Senin, 16 Januari 2012

Romo Ponti

 

            Kontak kami dengan Romo Silvano Ponticelli CM terbangun sejak kami memasuki masa pembinaan sebagai calon imam di Seminari Tinggi CM. Sesungguhnya, banyak hal dapat ditulis tentang pengalaman bergaul dengan beliau. Tetapi tulisan singkat ini akan memfokuskan perhatiannya kepada cinta Romo Ponti – panggilan akrabnya – kepada St. Vinsensius a Paulo dan semua warisan rohaninya.
            Dapat dikatakan bahwa Romo Ponti sangat mengagumi St. Vinsensius dan semua yang diwariskan oleh ‘Santo yang agung dari abad yang agung ini’. Cinta akan semangat St. Vinsensius tersebut diwujudkan dengan berbagai cara. Sebagai rektor seminari tinggi CM, Romo Ponti memperkenalkan semangat St. Vinsensius untuk pertama kalinya kepada para frater CM. Ketika angkatan kami memulai pembinaan sebagai calon imam, CM Provinsi Indonesia masih belum mempunyai seminarium internum (semacam novisiat) di mana para frater berkenalan dan mengintegrasikan semangat St. Vinsensius dalam hidup mereka. Cinta akan spiritualitas vinsensian tampak dari cara Romo Ponti mengajar. Ia mempersiapkan materi pelajaran dengan baik dan menguraikan hidup St. Vinsensius dengan begitu hidup.
            Romo Ponti giat menyemangati para frater untuk mendalami warisan St. Vinsensius melalui studi mandiri dalam bentuk penerbitan berkala majalah ‘Serikat Kecil’. Dalam hal ini tepatlah ungkapan Seneca : ‘Homines, dum docent, discunt’ (manusia belajar sambil mengajar). Dalam kaitannya dengan para frater, sesungguhnya mereka ini belajar menghayati semangat vinsensian ketika mereka sedang bergiat mengusahakan penerbitan ‘Serikat Kecil’ (antara lain dengan ‘berburu’ tulisan-tulisan berbahasa asing untuk diterjemahkan atau pun dengan menuliskan refleksi mereka). Romo Ponti pun ikut menyumbangkan tulisan-tulisan dalam majalah tersebut. Dengan tekun, Romo Ponti membuat terjemahan surat-surat dan konferensi-konferensi St. Vinsensius. Dan ia menterjemahkan semuanya itu dalam bahasa Indonesia yang sangat bagus! Ini merupakan suatu kemampuan berbahasa yang tidak banyak dimiliki oleh misionaris-misionaris asing. Berkat terjemahan yang dibuatnya, banyak orang menemukan kemudahan untuk mendalami semangat St. Vinsensius.
            Cinta akan St. Vinsensius dan warisan rohaninya tidak terbatas pada studi akademis. Romo Ponti pernah mengadakan triduum menjelang hari ulang tahun paroki ‘St. Vincentius a Paulo’, di Malang. Dalam acara di atas, umat paroki diajak mendalami tema-tema aktual semangat vinsensian. Para frater dilibatkan dalam kegiatan yang bersifat pastoral itu. Demikian pula halnya dengan kegiatan Misi Umat Vinsensian (MUV). Dari cinta dan kreativitas Romo Ponti, lahirlah kegiatan Misi Umat yang dulu juga sangat giat dikerjakan oleh St. Vinsensius pada abad ke-17 di Perancis. Romo Ponti menghidupkan kembali kegiatan ini karena ia menaruh kepedulian terhadap pengembangan kehidupan iman umat di paroki-paroki. Dan sejak dirintis pada tahun 1987, Misi Umat telah menjadi aktivitas tahunan para frater CM pada saat liburan. Tetapi lambat laun, Misi Umat tidak hanya ditopang oleh tenaga para frater CM, tetapi sudah berkembang menjadi kegiatan pastoral yang melibatkan banyak tarekat. Sampai saat ini, banyak paroki dari berbagai keuskupan di Indonesia sudah turut menikmati kehadirannya.
            Namun, di atas semuanya itu, Romo Ponti adalah pribadi yang mewujudkan semangat St. Vinsensius secara nyata. Ia tidak hanya mengajar, berkotbah, menerjemahkan dan mengawali karya-karya pastoral vinsensian untuk umat. Tetapi ia juga konsisten dan setia menjalankan nilai-nilai yang diajarkan oleh St. Vinsensius. Ia tidak jijik terhadap orang miskin. Bahkan ia memiliki kontak langsung dengan mereka (melalui kunjungan, perhatian, dsb). Sejauh kami tahu, tanpa tanggung-tanggung, ia rela membagikan miliknya kepada orang miskin. Ia adalah pribadi yang sederhana, rendah hati dan tidak berlagak untuk memamerkan kemampuan dirinya. Ia termasuk imam yang taat kepada apa yang telah diputuskan bersama, baik oleh para pimpinannya maupun oleh para konfraternya. Pendek kata, Romo Ponti menghayati keutamaan-keutamaan warisan St. Vinsensius a Paulo. Mengutip St. Agustinus (354-430) yang pernah berkata, “Hidup seorang pewarta jauh lebih bernilai daripada kotbah mana pun”, kami dapat mengatakan bahwa bukan hanya kotbah, tulisan terjemahan, ide-ide cemerlang dan karya-karya pastoral saja yang membuat Romo Ponti sungguh-sungguh murid dan anak rohani St. Vinsensius, tetapi juga gaya hidupnya yang dicirikan oleh keutamaan-keutamaan kristiani.
(Rafael Isharianto)